Sunday, April 14, 2013

Gerakan Zindig Dan Panteisme Dalamserat Syekh Siti Djenar



Buku serat siti Djenar diterbitkan di kediri, yang kali pertama ditulis oleh P.N. Notoroto  lalu ditulis ulang oleh R. Sosrowijoyo pada tahun 1958, untk mengisi kekosongan khasanah kesusastraan jawa pada masa itu. Serat ini berisi tentang asal-usul, perjalanan serta inti ajaran siti Djenar. Nama Syekh Siti Djenar kadang disebut Syekh Siti Brit. Dalam bahasa jawa Djenar berarti kuning sedang Brit berasal dari abrit yang berarti merah, adanya perubahan nama dari Djenar menjadi Brit perlu telaah tersendiri.
Diantara banyak penulis tentang Siti Djenar, Rahimsyah (1997:211-212). Menulis asal-usul Siti Djenar adalah keturunan Maulana Abdullah yang memperanakan Syekh Datuk Isa yang bermukim di malaka, ia mempunyai dua orang anak, yaitu Syekh datuk Achmad dan Syekh Datuk Soleh yang memperanakan Siti Djenar.
Abdul Munir Mulkhan (1999:3-4) mengatakan bahwa Syekh Siti Djenar berasal dari cirebon. Ayahnya seorang raja pendeta bernama Resi Bungsu, suatu ketika ayahnya marah dan Siti Djenar disihir menjadi cacing dan dibuang kesungai.
Sedangkan di dalam surat Siti Djenar karya Sosrowijoyo ini, disebutkan bahwa Siti Djenar adalah keturunan elit Hindu Buda dari jawa barat, yang sedang runtuh runtuhnya penguasa tersebut barangkali oleh kekuatan baru yaitu Islam. Dari sinilah yang melatarbelakangi adanya gerakan Zindig yaitu gerakan politik yang melemahkan gerakan Islam dipimpin wali songo. Banyak ahli yang meneropong tokoh Ma’rifat Jawa Siti Djenar dari berbagai sudut pandang, tetapi dalam kajian ini hanya membatasi permasalahan pada gerakan Zindig dan Panteisme yang terdapat dalam Syekh Siti Jenar Karya R. Sosrowijoyo.
Dalam serat Siti Djenar ini diduga terdapat lentik-lentik pemikiran gerakan Zindig, gerakan zindig adalah faham gerakan yang didalamnya terdapat segala aliran yang berusaha menghambat perkembangan Islam dari dalam (Simon, 2004:388) dapat disimpulkan bahwasanya didalam gerakan ini kemungkinan personelnya melakukan penyusupan atau infiltrasi kedalam sebuah ajaran yang mana adalah agama islam sebagai substansi berikut kutipan mengenai gerakan zindig berikut ini:

“ Kang Kapindo aja sira, ngrusak barang tinggalan dingin kayata rontal sastrayu, tulis-tulis ning sela, kaya watu patilasan ya kalebur wruhnira, bangsa jawa, budine tan bisa enting”
“kang kaping tri mbok menawa, kowe rujuk buwangen masjid iki, sirnakno serana latu, sun owel turunanira, nora wurung tembe kanut mendem kulhu, edan kedanan mring Allah, nganggit anggit nora panggih”

Ungkapan diatas menunjukkan keberatan dan kekhawatiran syekh Siti Djenar akan hilangnya tradisi agama Hindu Budha yang akan diganti dengan Islam karena ketika Islam masuk ke Jawa telah terjadi internalisasi nilai-nilai yaitu hindu budha dan kultur jawa itu sendiri pada proses internalisasi itu telah terdapat titik temu yang menghasilkan kontruksi nilai berupa budaya jawa sebagai “kejawen” karena nilai ini sudah tertanam kuat makamuncul sikap konservatif  daro personel kejawen yaitu keinginan untuk mempertahankan budaya lama tersebut.
Syekh siti Djenar dan kultur jawa ketika itu melihat kehadiran Islam tidak bisa dihadapi secara fisikal karena islam diwakili oleh kerajaan Demak, dengan sikap akomodatif kultur jawa mencoba menggabungkan antara jawa dengan Islam, seperti yang dilakukan Siti Djenar dengan strateginya berkedok Islam, berbuat seolah-olah memang islam tetapi justru membuat polemik tajam dengan Islam berikut ini kutipan data wejangan Siti Djenar kepada Ki Kebo Kenongo :

“Kyagung Pengging tan rininga, angenggoki jatineng maha suci Allah kana kene suwung, jatineng among asma ya asmane manungsa ingkang linuhung, mengku sifat kalehdasa, agama budha Islam karine ora beda, warna roro samane mung sawiji.

Dari wejangan tersebut nampak gerakan Zindig yang dilakukan Siti Djenar dengan mencampuradukkan ajaran islam dan Budha namun gerakan yang dilakukan tidak mampu menembus tataran syariah selanjutnya mencoba menembus tataran ma’rifat atau tasawuf yang merupakan cara bagi orang jawa untuk menempuh jalan yang singkat menuju sang Khalik, tetapi tasawuf jawa tidak sama dengan tasawuf islam karena telah mengalami sinkretisasi.

Dari sini muncullah ungkapan-ungkapan falsafah dari siti Djenar yang cukup terkenal salah satunya adalah konsep manunggaling kawula gusti dimana manusia telah mencapai hakikat yakni bersatunya aku dan tuhan ungkapan tersebut bukan semata-mata ungkapan fisik melainkan ungkapan metafisika, sehingga yang ada bukan yang ada itu sendiri, pengertianya bisa saja dimaksudkan untuk mengkounter kebudayaan yang telah mapan atau bisa saja merupakan move-move tertentu dari orang-orang yang kontroversial.

Pemikiran ini yang kemudian disebut dengan Pantheisme adalah seperti yang diungkapkan oleh Harun Hadiwiyono sebagai berikut: pantheisme merupakan  Bagian terdalam dari manusia yaitu atma, sejajar dengan atman di dalam agama Hindu. Atma dipandang identik dengan Allah sebagai Zat Mutlak. Kesamaan sedemikian rupa hingga Allah melihat, mendengar dan sebagainya, hanya dengan perantara manusia. Dapat dikatakan bahwa manusia adalah Allah yang menjadi daging. Menurut ungkapan jawa; manusia seperti katak berselimutkan liangnya (kodok kinemulan ing lenge) Allah berada di dalam manusia, karena manusia pada hakikatnya adalah Allah sendiri :

Dalam serat ini pemikiran  mengenai panheisme ada dalam kutipan berikut:
“pangidepe mring hyang widi,midera sajagad raya, kana kene nora nana Allah mung deweke dewe,kang ana mung asmanira,dadi uriping raga,yaitu urip salaminipun”
“Allah iku dudu johar manik,dudu nur mukhamad rupo cahyo,dudu roh saanterone,tan njaba njero dudu,marama wong kang anjala wening”
“ingkang salah tampa wor ijajil, gusti Allah neng sajroning badan ,marma tumpang suh pikire napas piker rinengkuh,sanubari keraton gusti ana mring sipat kodrat,tiyang rasa tuwinnur daliling ngakaid terang mung pepiling wujuding hyang maha suci,la Dihni la karija”

Syekh Siti Jenar berkata: "Kelilingilah cakrawala dunia, membumbunglah engkau ke langit yang tinggi, dan selamilah dalamnya bumi hingga lapis ke tujuh, engkau tidak akan bisa menemukan Wujud Yang Mulia. Kemana saja engkau pergi, engkau hanya akan menemukan kesunyian dan kesenyapan.yang ada di semua tempat itu hanya disini adanya. Apa yang ada disini bukan wujud saya, yang ada didalam diriku ini adalah kehampaan yang sunyi. Isi dalam daging tubuh ini adalah isi perut yang kotor, bukan jantung dan bukan pula otak yang terpisah dari tubuh, tetapi nafas yang melaju pesat bagaikan anak panah terlepas dari busurnya
Menurut Siti Jennar selanjutnya, "Dirinya bukanlah budi, bukan angan-angan hati, bukan pula fikiran yang sadar, niat, udara, angin, panas, atau kekosongan dan kehampaan. Wujud dirinya hanyalah jasad yang akhirnya menjadi jenazah, yang membusuk bercampur tanah dan debu. Nafasnyalah yang mengililingi dunia, meresap dalam tanah, api, air dan udara yang akhirnya kembali ketempat asal dan aslinya. Hal itu disebabkan karena semuanya merupakan barang baru dan bukan yang asli. Hakikat dirinya dipandangnya sebagai dzat yang sejiwa dan menyuksma di dalam Hyang Widi."
Bagi Siti Jennar, Tuhannya adalah Tuhan yang bersifat Jalal dan Jamal yaitu Maha Mulia dan Maha Indah. Siti Jennar tidak mau mengerjakan shalat karena kehendaknya sendiri, karena itu ia juga tidak memerintahkan siapapun untuk shalat, baginya orang shalat karena budhinya sendiri yang memerintahkan shalat. Namun budi itu juga bisa menjadi budi yang laknat dan mencelakakan, yang tidak dapat dipercaya dan diturut, karena perintahnya berubah-ubah. Perkataannya tidak dapat dipegang, tidak jujur, yang jika dituruti lalu berubah dan kadang mengajak mencuri.
Ajaran inilah yang  dianggap kontrversial dengan ajaran islam karena meninggalkan tataran syari’at sebagai pijakan hidup beragama,seperti yang diungkapkan oleh Prof.Dr hasanudin simon dalam bukunya misteri Syekh siti jenar(386:2) bahwa ajaran siti djenar lebih mengarah ke ilmu Hakikat yang kemudian mengabaikan syari’at sehingga walisongo menilai hal ini bukan konsumsi orang awam dengan ajaran islam

KESIMPULAN
Di dalam serat syekh siti djenar karya R.sosrowijoyo ini terdapat  gerakan zindig yang bertujuan melemahkan gerakan islam ditanah jawa, hal ini disebabkan oleh keinginan personel jawa untuk mempertahanka kontruksi nilai yang lama (Hindu,Budha,Kultur jawa) atau kejawen ,karena mengalami alienasi  akibat munculnya kekuatan baru yaitu islam yang diperkuat dengan kehadiran kerajaan Demak dan Wali Songo.
Masuknya islam ke jawa mengalami benturan, karena sebelumnya sudah terjadi internasionalisasi nilai yaitu kejawen sehingga terjadilah Kultural Shok/goncangan budaya. personel jawa yang ingin mempertahankan budaya lamanya lantas melakukan perlawanan tetapi bukan secara fisik tetapi melalui infiltrasi dan melemahkan dari dalam. Hal ini dilakukan dengan cara mencampuradukkan islam dan kejawen oleh siti jenar karena gerakan ini tidak mampu menembus syariat maka yang ditembus adalah makrifat sehingga muncul tarekat dan ma’rifat jawa.
Manunggaling kawula gusti, Panteisme merupakan salah satu ma’rifat jawa tersebut, dimana terdapat konsep penyatuan manusia dengan Tuhan dapat pula dipahami juga bahwa konsep ma’rifat ini merupakan jalan yang singkat untuk menuju sang khalik tujuanya untuk mengagitasi masa agar mengikuti ajaran atau aliran kepercayaan ini sehinngga sifat konservatif terhadap kontruksi nilai lama (kejawen) dapat dipertahankan meskipun secara tersembunyi.

No comments:

Post a Comment