Buku serat siti Djenar diterbitkan di kediri , yang kali pertama ditulis oleh P.N.
Notoroto lalu ditulis ulang oleh R.
Sosrowijoyo pada tahun 1958, untk mengisi kekosongan khasanah kesusastraan jawa
pada masa itu. Serat ini berisi tentang asal-usul, perjalanan serta inti ajaran
siti Djenar. Nama Syekh Siti Djenar kadang disebut Syekh Siti Brit. Dalam
bahasa jawa Djenar berarti kuning sedang Brit berasal dari abrit yang berarti merah,
adanya perubahan nama dari Djenar menjadi Brit perlu telaah tersendiri.
Diantara banyak penulis tentang Siti Djenar, Rahimsyah
(1997:211-212). Menulis asal-usul Siti Djenar adalah keturunan Maulana Abdullah
yang memperanakan Syekh Datuk Isa yang bermukim di malaka, ia mempunyai dua
orang anak, yaitu Syekh datuk Achmad dan Syekh Datuk Soleh yang memperanakan
Siti Djenar.
Abdul Munir Mulkhan (1999:3-4) mengatakan bahwa Syekh Siti Djenar
berasal dari cirebon .
Ayahnya seorang raja pendeta bernama Resi Bungsu, suatu ketika ayahnya marah
dan Siti Djenar disihir menjadi cacing dan dibuang kesungai.
Sedangkan di dalam surat Siti Djenar karya Sosrowijoyo ini,
disebutkan bahwa Siti Djenar adalah keturunan elit Hindu Buda dari jawa barat,
yang sedang runtuh runtuhnya penguasa tersebut barangkali oleh kekuatan baru
yaitu Islam. Dari sinilah yang melatarbelakangi adanya gerakan Zindig yaitu
gerakan politik yang melemahkan gerakan Islam dipimpin wali songo. Banyak ahli
yang meneropong tokoh Ma’rifat Jawa Siti Djenar dari berbagai sudut pandang,
tetapi dalam kajian ini hanya membatasi permasalahan pada gerakan Zindig dan
Panteisme yang terdapat dalam Syekh Siti Jenar Karya R. Sosrowijoyo.
Dalam serat Siti Djenar ini diduga terdapat lentik-lentik pemikiran
gerakan Zindig, gerakan zindig adalah faham gerakan yang didalamnya terdapat
segala aliran yang berusaha menghambat perkembangan Islam dari dalam (Simon,
2004:388) dapat disimpulkan bahwasanya didalam gerakan ini kemungkinan
personelnya melakukan penyusupan atau infiltrasi kedalam sebuah ajaran yang
mana adalah agama islam sebagai substansi berikut kutipan mengenai gerakan
zindig berikut ini:
“ Kang Kapindo aja sira, ngrusak barang tinggalan dingin kayata
rontal sastrayu, tulis-tulis ning sela, kaya watu patilasan ya kalebur
wruhnira, bangsa jawa, budine tan bisa enting”
“kang kaping tri mbok menawa, kowe rujuk buwangen masjid iki,
sirnakno serana latu, sun owel turunanira, nora wurung tembe kanut mendem
kulhu, edan kedanan mring Allah, nganggit anggit nora panggih”
Ungkapan diatas menunjukkan keberatan dan kekhawatiran syekh Siti
Djenar akan hilangnya tradisi agama Hindu Budha yang akan diganti dengan Islam
karena ketika Islam masuk ke Jawa telah terjadi internalisasi nilai-nilai yaitu
hindu budha dan kultur jawa itu sendiri pada proses internalisasi itu telah
terdapat titik temu yang menghasilkan kontruksi nilai berupa budaya jawa sebagai
“kejawen” karena nilai ini sudah tertanam kuat makamuncul sikap konservatif daro personel kejawen yaitu keinginan untuk
mempertahankan budaya lama tersebut.
Syekh siti Djenar dan kultur jawa ketika itu melihat kehadiran Islam
tidak bisa dihadapi secara fisikal karena islam diwakili oleh kerajaan Demak,
dengan sikap akomodatif kultur jawa mencoba menggabungkan antara jawa dengan
Islam, seperti yang dilakukan Siti Djenar dengan strateginya berkedok Islam,
berbuat seolah-olah memang islam tetapi justru membuat polemik tajam dengan
Islam berikut ini kutipan data wejangan Siti Djenar kepada Ki Kebo Kenongo :
“Kyagung Pengging tan rininga, angenggoki jatineng maha suci Allah
kana kene suwung, jatineng among asma ya asmane manungsa ingkang linuhung,
mengku sifat kalehdasa, agama budha Islam karine ora beda, warna roro samane
mung sawiji.
Dari wejangan tersebut nampak gerakan Zindig yang dilakukan
Siti Djenar dengan mencampuradukkan ajaran islam dan Budha namun gerakan yang
dilakukan tidak mampu menembus tataran syariah selanjutnya mencoba menembus
tataran ma’rifat atau tasawuf yang merupakan cara bagi orang jawa untuk
menempuh jalan yang singkat menuju sang Khalik, tetapi tasawuf jawa tidak sama
dengan tasawuf islam karena telah mengalami sinkretisasi.
Dari sini muncullah ungkapan-ungkapan falsafah dari siti Djenar yang
cukup terkenal salah satunya adalah konsep manunggaling kawula gusti dimana
manusia telah mencapai hakikat yakni bersatunya aku dan tuhan ungkapan tersebut
bukan semata-mata ungkapan fisik melainkan ungkapan metafisika, sehingga yang
ada bukan yang ada itu sendiri, pengertianya bisa saja dimaksudkan untuk
mengkounter kebudayaan yang telah mapan atau bisa saja merupakan move-move
tertentu dari orang-orang yang kontroversial.
Pemikiran ini yang kemudian disebut dengan Pantheisme adalah seperti
yang diungkapkan oleh Harun Hadiwiyono sebagai berikut: pantheisme
merupakan Bagian terdalam dari manusia
yaitu atma, sejajar dengan atman di dalam agama Hindu. Atma dipandang identik
dengan Allah sebagai Zat Mutlak. Kesamaan sedemikian rupa hingga Allah melihat,
mendengar dan sebagainya, hanya dengan perantara manusia. Dapat dikatakan bahwa
manusia adalah Allah yang menjadi daging. Menurut ungkapan jawa; manusia
seperti katak berselimutkan liangnya (kodok kinemulan ing lenge) Allah berada
di dalam manusia, karena manusia pada hakikatnya adalah Allah sendiri :
Dalam serat ini pemikiran mengenai panheisme ada dalam kutipan berikut:
“pangidepe mring hyang widi,midera
sajagad raya, kana kene nora nana Allah mung deweke dewe,kang ana mung
asmanira,dadi uriping raga,yaitu urip salaminipun”
“Allah iku dudu johar manik,dudu nur
mukhamad rupo cahyo,dudu roh saanterone,tan njaba njero dudu,marama wong kang
anjala wening”
“ingkang salah tampa wor ijajil,
gusti Allah neng sajroning badan ,marma tumpang suh pikire napas piker
rinengkuh,sanubari keraton gusti ana mring sipat kodrat,tiyang rasa tuwinnur
daliling ngakaid terang mung pepiling wujuding hyang maha suci,la Dihni la
karija”
Syekh
Siti Jenar berkata: "Kelilingilah cakrawala dunia, membumbunglah engkau ke
langit yang tinggi, dan selamilah dalamnya bumi hingga lapis ke tujuh, engkau
tidak akan bisa menemukan Wujud Yang Mulia. Kemana saja engkau pergi, engkau
hanya akan menemukan kesunyian dan kesenyapan.yang ada di semua tempat itu
hanya disini adanya. Apa yang ada disini bukan wujud saya, yang ada didalam
diriku ini adalah kehampaan yang sunyi. Isi dalam daging tubuh ini adalah isi
perut yang kotor, bukan jantung dan bukan pula otak yang terpisah dari tubuh,
tetapi nafas yang melaju pesat bagaikan anak panah terlepas dari busurnya
Menurut
Siti Jennar selanjutnya, "Dirinya bukanlah budi, bukan angan-angan hati,
bukan pula fikiran yang sadar, niat, udara, angin, panas, atau kekosongan dan
kehampaan. Wujud dirinya hanyalah jasad yang akhirnya menjadi jenazah, yang
membusuk bercampur tanah dan debu. Nafasnyalah yang mengililingi dunia, meresap
dalam tanah, api, air dan udara yang akhirnya kembali ketempat asal dan
aslinya. Hal itu disebabkan karena semuanya merupakan barang baru dan bukan
yang asli. Hakikat dirinya dipandangnya sebagai dzat yang sejiwa dan menyuksma
di dalam Hyang Widi."
Bagi
Siti Jennar, Tuhannya adalah Tuhan yang bersifat Jalal dan Jamal yaitu Maha
Mulia dan Maha Indah. Siti Jennar tidak mau mengerjakan shalat karena
kehendaknya sendiri, karena itu ia juga tidak memerintahkan siapapun untuk
shalat, baginya orang shalat karena budhinya sendiri yang memerintahkan shalat.
Namun budi itu juga bisa menjadi budi yang laknat dan mencelakakan, yang tidak
dapat dipercaya dan diturut, karena perintahnya berubah-ubah. Perkataannya
tidak dapat dipegang, tidak jujur, yang jika dituruti lalu berubah dan kadang
mengajak mencuri.
Ajaran
inilah yang dianggap kontrversial dengan
ajaran islam karena meninggalkan tataran syari’at sebagai pijakan hidup
beragama,seperti yang diungkapkan oleh Prof.Dr hasanudin simon dalam bukunya
misteri Syekh siti jenar(386:2) bahwa ajaran siti djenar lebih mengarah ke ilmu
Hakikat yang kemudian mengabaikan syari’at sehingga walisongo menilai hal ini
bukan konsumsi orang awam dengan ajaran islam
KESIMPULAN
Di
dalam serat syekh siti djenar karya R.sosrowijoyo ini terdapat gerakan zindig yang bertujuan melemahkan
gerakan islam ditanah jawa, hal ini disebabkan oleh keinginan personel jawa
untuk mempertahanka kontruksi nilai yang lama (Hindu,Budha,Kultur jawa) atau
kejawen ,karena mengalami alienasi
akibat munculnya kekuatan baru yaitu islam yang diperkuat dengan
kehadiran kerajaan Demak dan Wali Songo.
Masuknya
islam ke jawa mengalami benturan, karena sebelumnya sudah terjadi
internasionalisasi nilai yaitu kejawen sehingga terjadilah Kultural
Shok/goncangan budaya. personel jawa yang ingin mempertahankan budaya lamanya
lantas melakukan perlawanan tetapi bukan secara fisik tetapi melalui infiltrasi
dan melemahkan dari dalam. Hal ini dilakukan dengan cara mencampuradukkan islam
dan kejawen oleh siti jenar karena gerakan ini tidak mampu menembus syariat
maka yang ditembus adalah makrifat sehingga muncul tarekat dan ma’rifat jawa.
Manunggaling
kawula gusti, Panteisme merupakan salah satu ma’rifat jawa tersebut, dimana
terdapat konsep penyatuan manusia dengan Tuhan dapat pula dipahami juga bahwa
konsep ma’rifat ini merupakan jalan yang singkat untuk menuju sang khalik
tujuanya untuk mengagitasi masa agar mengikuti ajaran atau aliran kepercayaan
ini sehinngga sifat konservatif terhadap kontruksi nilai lama (kejawen) dapat
dipertahankan meskipun secara tersembunyi.
No comments:
Post a Comment